TAPUT – MEDIAMASIP.COM
Kasus penganiayaan terhadap dua wartawan oleh Kepala Desa (Kades) Pegagan Julu VI, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara Edward Sorianto Sihombing, terus menuai kecaman. Kali ini, suara keras datang dari Ketua Lembaga Pemantau Pemerhati Pembangunan Daerah (LP3D) Tapanuli Raya, Rahlan Sanrico Lumbantobing, yang menilai tindakan sang kades sangat memalukan dan tidak pantas dilakukan oleh seorang pejabat publik.
Sanrico dengan tegas menyebut aksi arogan dan bergaya premanisme yang dilakukan kades tersebut tidak layak dilakukan oleh seorang kepala desa yang sejatinya adalah pelayan masyarakat.
“Kepala desa adalah jabatan publik yang seharusnya menjadi teladan. Bukannya memperlihatkan sikap kasar, premanisme, dan arogan. Perilaku seperti itu jelas tidak layak dipertahankan,” tegas Sanrico, Selasa (9/9/2025)
Sanrico juga mengingatkan pentingnya peran pers dan LSM dalam sistem pemerintahan. Menurutnya, keduanya merupakan instrumen penting dalam kontrol sosial untuk mencegah penyalahgunaan kewenangan pejabat publik.
Beberapa fungsi pers dan LSM yang ia soroti antara lain:
1. Mengawasi jalannya pemerintahan dan penggunaan anggaran publik.
2. Menyuarakan aspirasi masyarakat yang tidak tersampaikan langsung ke pemerintah.
3. Mencegah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) melalui pemberitaan dan advokasi.
4. Menjembatani informasi antara pemerintah dan masyarakat.
5. Mengedukasi publik agar lebih kritis terhadap kebijakan dan pelayanan pemerintah.
“Pers dan LSM bukan musuh pemerintah, melainkan mitra kritis agar tata kelola pemerintahan berjalan sesuai aturan. Tanpa kontrol, pejabat publik bisa bertindak sewenang-wenang. Karena itu, apa yang dilakukan Kades Pegagan Julu VI justru mencederai demokrasi,” jelasnya.
Sanrico juga menyoroti kondisi psikologis kades yang dinilai terlalu emosional dan tidak terkendali saat berhadapan dengan wartawan. Ia bahkan menyarankan agar Kades Pegagan Julu VI dilakukan tes urine.
“Emosi yang meledak-ledak dan tindakan di luar kewajaran itu patut dicurigai. Tes urine perlu dilakukan untuk memastikan bahwa kades benar-benar dalam kondisi normal, dan bukan dipengaruhi zat tertentu,” ujar Sanrico.
Ketua LSM LP3D itu mendesak aparat kepolisian, khususnya Polres Dairi dan Polda Sumut, untuk segera mengusut tuntas kasus penganiayaan ini. Menurutnya, peristiwa tersebut sudah jelas mencederai kebebasan pers, yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Beberapa poin penting dalam UU Pers yang ia sebutkan antara lain:
Pasal 4 ayat (1): Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
Pasal 4 ayat (2): Pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran.
Pasal 4 ayat (3): Pers berhak mencari, memperoleh, dan menyebarkan informasi.
Pasal 8: Wartawan dalam menjalankan profesinya mendapat perlindungan hukum.
Pasal 18 ayat (1): Setiap orang yang menghambat atau menghalangi kerja pers dapat dipidana penjara maksimal 2 tahun atau denda hingga Rp500 juta.
“Kami mendesak pihak kepolisian agar serius menangani kasus ini. Jangan biarkan ada kesan pembiaran. Bila hukum tidak ditegakkan, ini akan menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers dan demokrasi kita,” tutup Sanrico.(ABB)
Discussion about this post